Sabtu, 21 Maret 2015

HAK ASASI MANUSIA


Pengertian HAM
HAM (Hak Asasi Manusia) adalah hak dasar atau hak pokok yang dibawa oleh manusia sejak lahir yang secara kodrat melekat pada setiap manusia dan tidak dapat diganggu gugat karena merupakan anugrah Allah SWT. HAM adalah hak yang bersifat asasi. Artinya, hak-hak yang dimiliki oleh manusia berdasarkan kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya sehingga bersifat suci. Dengan kata lain, HAM adalah bermacam-macam hak dasar yang dimiliki pribadi manusia sebagai anugerah dari Allah SWT yang dibawa sejak lahir sehingga hak asasi itu tidak dapat dipisahkan dari eksistensi pribadi manusia itu sendiri.
Sementara itu, Pengertian HAM juga disebut dalam pasal 1 butir 1 UU No. 39 Tahun 1999 yang berbunyi "Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Allah SWT dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia". Menurut G.J. Wolhots, Pengertian HAM adalah sejumlah hak yang melekat dan berakar pada tabiat setiap pribadi manusia, dan justru karena kemanusiaannya itulah, hak tersebut tidak dapat dicabut siapa pun juga karena jika dicabut akan hilang kemanusiaannya.

Berdasarkan beberapa Pengertian HAM di atas, dapat dikatakan bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak pokok yang bersifat universal. Dibuktikan oleh hak dasar ini dimiliki setiap manusia dan tidak dapat dipisahkan dari pribadi siapa pun, dari mana, dan kapan pun manusia itu berada.

Ciri-ciri Khusus HAM
Hak asasi manusia memiliki ciri-ciri khusus jika dibandingkan dengan hak hak yang lain. Ciri khusus hak asasi manusia sebagai berikut :

1.     Tidak dapat dicabut, artinya hak asasi manusia tidak dapat dihilangkan atau diserahkan.
2.     Tidak dapat dibagi, artinya semua orang berhak mendapatkan semua hak, apakah hak sipil dan politik atau hak ekonomi, social, dan budaya.
3.     Hakiki, artinya hak asasi manusia adalah hak asasi semua umat manusia yang sudah ada sejak lahir.
4.     Universal, artinya hak asasi manusia berlaku untuk semua orang tanpa memandang status, suku bangsa, gender, atau perbedaan lainnya. Persamaan adalah salah satu dari ide-ide hak asasi manusia yang mendasar.
Hak asasi manusia, di pihak lain, menimbulkan kewajiban-kewajiban asasi. Perbenturan kepentingan antara seseorang dengan yang lain sering terjadi. Dalam penerapannya, hak asasi manusia tidak dapat dilaksanakan secara mutlak karena dapat mengakibatkan pelanggaran terhadap hak asasi manusia itu sendiri (hak asasi orang lain).

Pengertian Hak Asasi Manusia Menurut Para Ahli

Ada berbagai versi definisi hak asasi manusia. Setiap definisi menekankan aspek-aspek tertentu dari hak asasi manusia. Berikut adalah beberapa definisi. Adapun beberapa definisi Hak Asasi Manusia (HAM) adalah sebagai berikut:
1.Undang-undang 39 1999
Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Hak itu adalah kasih karunia-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

2. John Locke
Menurut John Locke, hak adalah hak yang diberikan langsung oleh Tuhan sebagai sesuatu yang alami. Artinya, hak asasi manusia yang dimiliki oleh manusia sifatnya tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya, sehingga besifat suci.

3. David Beetham dan Kevin Boyle
Menurut David Beetham dan Kevin Boyle, hak asasi manusia dan kebebasan fundamental adalah hak individu yang berasal dari kebutuhan dan kemampuan manusia.

4. C. de Rover
Hak asasi manusia adalah hak hukum setiap orang sebagai manusia. Hak-hak universal dan tersedia untuk semua orang, kaya atau miskin, laki-laki atau perempuan. Hak-hak tersebut dapat dilanggar, tetapi tidak pernah dapat dihilangkan. Hak asasi manusia adalah hak-hak hukum, ini berarti bahwa hak-hak ini adalah sah.
Hak asasi manusia yang dilindungi oleh Konstitusi dan hukum nasional di banyak negara di dunia. Hak asasi manusia adalah hak dasar atau hak-hak dasar yang dibawa manusia sejak lahir sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi manusia dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang. Hak asasi manusia bersifat universal dan abadi.
5. Austin Ranney-
Hak asasi manusia adalah ruang kebebasan individu yang jelas dalam konstitusi dan dijamin oleh pemerintah pelaksanaanya.

6.A.J.M. Milne
Hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki oleh semua manusia di setiap waktu dan di semua tempat karena keutamaan keberadaan manusia.

7.Franz Magnis-Suseno
Hak asasi manusia adalah hak-hak manusia tidak seperti yang diberikan kepadanya oleh masyarakat. Jadi bukan karena hukum positif, tetapi dengan martabat sebagai manusia. Manusia memilikinya karena ia adalah manusia.
8.Miriam Budiardjo
Miriam Budiardjo membatasi gagasan hak asasi manusia sebagai hak asasi manusia yang telah diperoleh dan dilakukan bersamaan dengan lahirnya atau kehadiran di masyarakat.

9.Oemar Seno Adji
Menurut Oemar Seno Adji adalah hak asasi manusia hak yang melekat pada martabat manusia sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa bahwa alam tidak boleh dilanggar oleh siapapun, dan yang tampaknya menjadi daerah kudus.
Penjelasan:
Alasan di atas juga menyebabkan hak asasi manusia merupakan bagian integral dari studi dalam disiplin hukum internasional. Dengan karenannya bukan sesuatu yang kontroversial bila komunitas internasional memiliki kepedulian serius dan nyata terhadap isu HAM di tingkat domestik.
Sebaliknya, peran masyarakat internasional merupakan pusat perlindungan hak asasi manusia karena sifat dan karakter HAM itu sendiri yang merupakan mekanisme pertahanan dan perlindungan individu terhadap kekuasaan negara yang sangat rentan terhadap penyalahgunaan, seperti yang sering terbukti sejarah umat manusia itu sendiri.
Contoh pelanggaran HAM :
  • Penindasan dan merampas hak orang-orang dan oposisi dengan sewenang-wenang.
  • Menghambat dan membatasi kebebasan pers, berekspresi dan berkumpul untuk hak-hak rakyat dan oposisi.
  • Hukum, aturan dan undang-undang diperlakukan tidak adil dan tidak manusiawi.
  • Manipulatif dan membuat aturan pemilu sesuai dengan keinginan penguasa partai dan tirani / otoriter tanpa diikuti / tidak dihadiri dan oposisi.
  • Aparat penegak hukum dan keamanan melakukan kekerasan / anarkis terhadap rakyat dan oposisi di mana saja.

Memahami Prinsip-prinsip HAM
Beberapa prinsip dasar Hak Asasi Manusia diantaranya adalah pertama prinsip universalitas artinya bahwa Hak Asasi Manusia adalah hak yang bersifat melekat dan dimiliki oleh manusia karena kodratnya sebagai manusia. Oleh karena itu Hak Asasi Manusia tidak memandang perbedaan karena adanya perbedaan latar belakang budaya, suku, status sosial, agama, jenis kelamin dll. Kedua, HAM juga bersifat indivisible artinya tidak dapat dicabut. Artinya bahwa karena HAM dimiliki manusia secara kodrati maka sesungguhnya negara tidak dapat sewenang-wenang mencabut HAM tersebut. Pembatasan HAM hanya bisa dilakukan oleh hukum bukan oleh kekuasaan. Hukum yang dibuat sebagai pembatasan HAM warga negara adalah hukum yang dibuat oleh lembaga yang memiliki kewenangan untuk membuat hukum serta dibuat dengan cara-cara dan mekanisme yang konstitusional. Ketiga, HAM bersifat interelated atau interdependency artinya bahwa antara Hak Sipol dan Ekosob sesungguhnya memiliki sifat saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan antara hak yang satu dengan yang lain. Karena pengabaian ata pemenuhan hak sipol akan mempengaruhi terhapa pengabaian atau pemenuhan hak ekoso. Begitu pula sebaliknya. Keempat, HAM bersifat non dikriminasi dan equal. Ainya pemenuhan HAM tidak boleh digantungkan dengan syarat-syarat yang melahirkan adanya perlakukan yang tidak sama dan diskriminatif baik oleh adanya perbedaan suku, agama, ras, jenis kelamin, status politik, status sosial dll. Pemajuan, penghormatan, perlindungan, jaminan serta perlindungan HAM adalah tanggung jawaba negara dalam hal ini pemerintah (state obligation).
Beberapa prinsip-prinsip tersebut dapat kita jumpai dalam berbagai instrumen HAM Internasional mulai dari DUHAM, CCPR 1966, CESCR 1966, berbagai instrumen HAM di Benua Amerika, Eropa, Afrika dan Arab Saudi. Namun demikian,  dalam berbagai instrumen HAM yang berlaku di Indonesia masih dijumpai ketidakkonsistenan dalam menempatkan prinsip-prinsip tersebut sehingga menarik untuk didiskusikan. Misalnya saja perdebatan antara prinsip universalitas dan prinsip relativitas HAM. Meskipun berbagai instrumen HAM internasional DUHAM beserta 2 kovenan turunannya telah diratifikasi oleh Indonesia, namun menguatnya konsep relativitas HAM masih kita jumpai dalam beberapa peraturan yang ada, sehingga dalam waktu yang sama Indonesia menganut dua prinsip universalitas HAM dan relativitas HAM.
Perbedaan HAM dan Hak Biasa
 Sebenarnya perbedaan "Hak" dengan HAM "hampir" dikatakan tidak ada. Dari banyaknya pengertian dan pendapat mengenai Hak, dapat disimpulkan, Hak adalah tuntutan kebebasan untuk "memilih" dan "menentukan" kodratnya sebagai manusia dan melekat sejak ia dilahirkan. 
Sedangkan HAM, merupakan dasar bagi hak-hak dan kewajiban-kewajiban lainnya, yang memberikan kesempatan bagi manusia agar berkembang sesuai dengan keinginan dan cita-citanya. Dan selanjutnya untuk memberikan perlindungan, pemajuan, penegakkan hukum dan pemenuhan HAM terutama menjadi tanggung jawab negara, hal ini diatur dan dituangkan secara tertulis dalam Pernyataan Umum Hak-Hak Manusia (Universal Declaration of Human Rights) oleh PBB tanggal 10 Desember 1948 dan ketentuan yang ada dalam deklarasi tersebut mengikat secara sah (legally binding) seluruh negara termasuk aparat penegak hukumnya. 
Dari hal tersebut di atas, maka perbedaannya dapat dilihat, bahwa hak lebih banyak ditinjau dari hal yang melekat pada manusia sebagai hubungan pribadi. Sedangkan HAM sebagaimana dikeluarkan oleh PBB adalah merupakan tinjauan hukum bagi hak manusia sebagai anggota masyarakat serta mengatur dan menekankan hubungan antara negara dengan masyarakatnya. 
Contoh Kasus HAM
Peristiwa Tanjung Priok


·         Kronologi

Abdul Qadir Djaelani adalah salah seorang ulama yang dituduh oleh aparat keamanan sebagai salah seorang dalang peristiwa Tanjung Priok. Karenanya, ia ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara. Sebagai seorang ulama dan tokoh masyarakat Tanjung Priok, sedikit banyak ia mengetahui kronologi peristiwa Tanjung Priok. Berikut adalah petikan kesaksian Abdul Qadir Djaelani terhadap peristiwa Tanjung Priok 12 September 1984, yang tertulis dalam eksepsi pembelaannya berjudul “Musuh-musuh Islam Melakukan Ofensif terhadap Umat Islam Indonesia”.
Tanjung Priok, Sabtu, 8 September 1984
Dua orang petugas Koramil (Babinsa) tanpa membuka sepatu, memasuki Mushala as-Sa’adah di gang IV Koja, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Mereka menyiram pengumuman yang tertempel di tembok mushala dengan air got (comberan). Pengumuman tadi hanya berupa undangan pengajian remaja Islam (masjid) di Jalan Sindang. Tanjung Priok, Ahad, 9 September 1984 Peristiwa hari Sabtu (8 September 1984) di Mushala as-Sa’adah menjadi pembicaran masyarakat tanpa ada usaha dari pihak yang berwajib untuk menawarkan penyelesaan kepada jamaah kaum muslimin. Tanjung Priok, Senin, 10 September 1984 Beberapa anggota jamaah Mushala as-Sa’adah berpapasan dengan salah seorang petugas Koramil yang mengotori mushala mereka. Terjadilah pertengkaran mulut yang akhirnya dilerai oleh dua orang dari jamaah Masjid Baitul Makmur yang kebetulan lewat. Usul mereka supaya semua pihak minta penengahan ketua RW, diterima. Sementara usaha penegahan sedang.berlangsung, orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan tidak ada urusannya dengan permasalahan itu, membakar sepeda motor petugas Koramil itu. Kodim, yang diminta bantuan oleh Koramil, mengirim sejumlah tentara dan segera melakukan penangkapan. Ikut tertangkap 4 orang jamaah, di antaranya termasuk Ketua Mushala as-Sa’adah.
Tanjung Priok, Selasa, 11 September 1984
Amir Biki menghubungi pihak-pihak yang berwajib untuk meminta pembebasan empat orang jamaah yang ditahan oleh Kodim, yang diyakininya tidak bersalah. Peran Amir Biki ini tidak perlu mengherankan, karena sebagai salah seorang pimpinan Posko 66, dialah orang yang dipercaya semua pihak yang bersangkutan untuk menjadi penengah jika ada masalah antara penguasa (militer) dan masyarakat. Usaha Amir Biki untuk meminta keadilan ternyata sia-sia.
Tanjung Priok, Rabu, 12 September 1984
Dalam suasana tantangan yang demikian, acara pengajian remaja Islam di Jalan Sindang Raya, yang sudah direncanakan jauh sebelum ada peristiwa Mushala as-Sa’adah, terus berlangsung juga. Penceramahnya tidak termasuk Amir Biki, yang memang bukan mubalig dan memang tidak pernah mau naik mimbar. Akan tetapi, dengan latar belakang rangkaian kejadian di hari-hari sebelumnya, jemaah pengajian mendesaknya untuk naik mimbar dan memberi petunjuk. Pada kesempatan pidato itu, Amir Biki berkata antara lain, “Mari kita buktikan solidaritas islamiyah.
Kita meminta teman kita yang ditahan di Kodim. Mereka tidak bersalah. Kita protes pekerjaan oknum-oknum ABRI yang tidak bertanggung jawab itu. Kita berhak membela kebenaran meskipun kita menanggung risiko. Kalau mereka tidak dibebaskan maka kita harus memprotesnya.” Selanjutnya, Amir Biki berkata, “Kita tidak boleh merusak apa pun! Kalau adayang merusak di tengah-tengah perjalanan, berarti itu bukan golongan kita (yang dimaksud bukan dan jamaah kita).” Pada waktu berangkat jamaah pengajian dibagi dua: sebagian menuju Polres dan sebagian menuju Kodim.
Setelah sampai di depan Polres, kira-kia 200 meter jaraknya, di situ sudah dihadang oleh pasukan ABRI berpakaian perang dalam posisi pagar betis dengan senjata otomatis di tangan. Sesampainya jamaah pengajian ke tempat itu, terdengar militer itu berteriak, “Mundur-mundur!” Teriakan “mundur-mundur” itu disambut oleh jamaah dengan pekik, “Allahu Akbar! Allahu Akbar!” Saat itu militer mundur dua langkah, lalu memuntahkan senjata-senjata otomatis dengan sasaran para jamaah pengajian yang berada di hadapan mereka, selama kurang lebih tiga puluh menit. Jamaah pengajian lalu bergelimpangan sambil menjerit histeris; beratus-ratus umat Islam jatuh menjadi syuhada. Malahan ada anggota militer yang berteriak, “Bangsat! Pelurunya habis. Anjing-anjing ini masih banyak!” Lebih sadis lagi, mereka yang belum mati ditendang-tendang dan kalau masih bergerak maka ditembak lagi sampai mati.
Tidak lama kemudian datanglah dua buah mobil truk besar beroda sepuluh buah dalam kecepatan tinggi yang penuh dengan pasukan. Dari atas mobil truk besar itu dimuntahkan peluru-peluru dan senjata-senjata otomatis ke sasaran para jamaah yang sedang bertiarap dan bersembunyi di pinggir-pinggir jalan. Lebih mengerikan lagi, truk besar tadi berjalan di atas jamaah pengajian yang sedang tiarap di jalan raya, melindas mereka yang sudah tertembak atau yang belum tertembak, tetapi belum sempat menyingkir dari jalan raya yang dilalui oleh mobil truk tersebut. Jeritan dan bunyi tulang yang patah dan remuk digilas mobil truk besar terdengarjelas oleh para jamaah umat Islam yang tiarap di got-got/selokan-selokan di sisi jalan.

Setelah itu, truk-truk besar itu berhenti dan turunlah militer-militer itu untuk mengambil mayat-mayat yang bergelimpangan itu dan melemparkannya ke dalam truk, bagaikan melempar karung goni saja. Dua buah mobil truk besar itu penuh oleh mayat-mayat atau orang-orang yang terkena tembakan yang tersusun bagaikan karung goni.
Sesudah mobil truk besar yang penuh dengan mayat jamaah pengajian itu pergi, tidak lama kemudian datanglah mobil-mobil ambulans dan mobil pemadam kebakaran yang bertugas menyiram dan membersihkan darah-darah di jalan raya and di sisinya, sampai bersih.
Sementara itu, rombongan jamaah pengajian yang menuju Kodim dipimpin langsung oleh Amir Biki. Kira-kirajarak 15 meter dari kantor Kodim, jamaah pengajian dihadang oleh militer untuk tidak meneruskan perjalanan, dan yang boleh meneruskan perjalanan hanya 3 orang pimpinan jamaah pengajian itu, di antaranya Amir Biki. Begitu jaraknya kira-kira 7 meter dari kantor Kodim, 3 orang pimpinan jamaah pengajian itu diberondong dengan peluru yang keluar dari senjata otomatis militer yang menghadangnya. Ketiga orang pimpinan jamaah itu jatuh tersungkur menggelepar-gelepar. Melihat kejadian itu, jamaah pengajian yang menunggu di belakang sambil duduk, menjadi panik dan mereka berdiri mau melarikan diri, tetapi disambut oleh tembakan peluru otomatis. Puluhan orang jamaah pengajian jatuh tersungkur menjadi syahid. Menurut ingatan saudara Yusron, di saat ia dan mayat-mayat itu dilemparkan ke dalam truk militer yang beroda 10 itu, kira-kira 30-40 mayat berada di dalamnya, yang lalu dibawa menuju Rumah Sakit Gatot Subroto (dahulu RSPAD).
Sesampainya di rumah sakit, mayat-mayat itu langsung dibawa ke kamar mayat, termasuk di dalamnya saudara Yusron. Dalam keadaan bertumpuk-tumpuk dengan mayat-mayat itu di kamar mayat, saudara Yusron berteriak-teriak minta tolong. Petugas rumah sakit datang dan mengangkat saudara Yusron untuk dipindahkan ke tempat lain.
Sebenarnya peristiwa pembantaian jamaah pengajian di Tanjung Priok tidak boleh terjadi apabila PanglimaABRI/Panglima Kopkamtib Jenderal LB Moerdani benar-benar mau berusaha untuk mencegahnya, apalagi pihak Kopkamtib yang selama ini sering sesumbar kepada media massa bahwa pihaknya mampu mendeteksi suatu kejadian sedini dan seawal mungkin. Ini karena pada tanggal 11 September 1984, sewaktu saya diperiksa oleh Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya, saya sempat berbincang-bincang dengan Kolonel Polisi Ritonga, Kepala Intel Kepolisian tersebut di mana ia menyatakan bahwa jamaah pengajian di Tanjung Priok menuntut pembebasan 4 orang rekannya yang ditahan, disebabkan membakar motor petugas. Bahkan, menurut petugas-petugas satgas Intel Jaya, di saat saya ditangkap tanggal 13 September 1984, menyatakan bahwa pada tanggal 12 September 1984, kira-kira pukul 10.00 pagi. Amir Biki sempat datang ke kantor Satgas Intel Jaya.
·         Penyebab
1. Petugas koramil menyiram pengumuman yang tertempel di tembok mushala dengan air got (comberan)
2. Pembakaran motor anggota koramil oleh orang tidak dikenal yang menyebabkan pihak koramil tidak terima.
·         Hak yang dilanggar
 Dibunuhnya jamaah-jamaah pengajian oleh pasukan ABRI
·         Penyelesaian
1. Warga seharusnya tidak melakukan demonstrasi karena bisa berakibat pada kerusuhan.
2. Jika melakukan demonstrasi, seharusnya kedua belah pihak yaitu ABRI dan warga menahan emosi agar tidak terjadi hal-hal yangtidak diinginkan.

3. Pelaku pembunuhan (ABRI) wajib diadili dengan seadil-adilnya agar menimbulkan efek jera.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar