Minggu, 02 November 2014



TULISAN II
A.   Cerpen yang Berkaitan dengan Hubungan Manusia dan Cinta Kasih

Cerpen

OH, BUNDA!

oleh: Alief Murobby
     Rintik-rintik hujan akhirnya mulai turun, membasahi kota Jogja. Mendung yang sedari tadi menggelayut, kini mulai memuntahkan isinya. Beberapa pengendara motor mulai menepikan kuda besi mereka untuk sekedar berteduh ataupun memakai jas hujan. Dinginnya air hujan rupanya tak mampu mendinginkan panasnya hati Ava. Tanpa memedulikan tangannya yang mulai kebas akibat sengatan udara dingin dan bajunya yang basah kuyup, Ava terus menggeber Astrea Grand-nya menuju kearah barat daya, tepatnya menuju kearah alun-alun utara keraton. Ditebasnya jalanan dengan sangat lincah, tak peduli dengan orang-orang yang mengumpat saat terkena cipratan air dari motornya. Pikirannya sangat kalut. Lalu tanpa diinginkannya, Ava kembali mengingat peristiwa yang membuat hatinya sangat marah itu.
***
      "Bun, uang buat bayar kuliah semester ini mana?" Tanya Ava pada ibunya yang sedang menghitung uang hasil penjualan nasi pecel yang dijualnya tiap fajar di stasiun Lempuyangan. Raut muka ibunya langsung berubah. Gelisah. "Bunda cuma dapet segini, Le," ucap Bunda seraya menyerahkan seluruh uang yang tadi mencatat semuanya. Ava agak kaget begitu menghitungnya kembali. Cuma dua ratus ribu lebih sedikit. "Bunda ini gimana sih? Kan aku udah minta sejak seminggu yang lalu, masak cuma segini? Kalau cuma segini, jelas nggak akan cukup. "Nada suara Ava mulai meninggi. Warna wajahnya pun mulai memerah, pertanda emosinya mulai tersulut. Bunda tahu persis hal itu. Insting seorang ibu, mungkin. "Tapi Bunda hanya punya uang segini, Le. Nanti kalau dagangan Bunda laris, uangnya buat kamu semua. Bu Nugroho, tetangga kita yang kaya itu, juga bersedia meminjami ibumu ini uang. Ndak usah kuatir, "ucap Bunda dengan logat khas Jogja, sembari mengelus kepala anak laki-lakinya itu, berusaha meredam emosinya. Dengan kasar, Ava menyentakkan tangan ibunya, lalu berteriak marah. "Bunda yang cuma tamat SMP tau apa?! Kalo besok aku nggak bayar biaya kuliah semester ini, aku bisa di-DO tau! "Bentak Ava keras. Saking kerasnya, Nina adiknya, sampai keluar dari kamarnya. "Kakak apa-apaan sih?" tanya Nina. Ava menjawabnya dengan ketus, "Diem kamu, anak kecil!" "Kakak tuh yang diem!" Emosi Nina ikut tersulut. "Bicara sama orangtua tuh yang sopan. Malah dibentak-bentak. Dasar durhaka! " Plak! Sebuah tamparan melayang ke pipi Nina. "Jaga mulutmu!" teriak Ava. "Kakak tuh yang jaga mulut!" Nina langsung membalas sambil memegangi pipi kirinya yang memerah akibat tamparan Ava. Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Sang Bunda langsung memeluk putrinya. Dia juga mulai menangis. "Udah, udah. Jangan berantem, "kata Bunda lirih. Ava langsung beranjak pergi meninggalkan kedua perempuan itu. Sang Bunda hanya berucap pelan, berulang-ulang. "Astaghfirullah." Tak terasa, Ava telah sampai di alun-alun utara. Suasana sore itu tak terlalu ramai, hanya ada beberapa lapak pedagang yang buka. Ava memilih duduk di salah satu bangku yang kosong, tepat di bawah pohon mahoni untuk mengeringkan pakaiannya yang basah dan menghilangkan sisa-sisa kejengkelan yang masih mengndap di dasar hatinya. Beberapa pengamen jalanan memainkan alat musik mereka. Ada gitar, harmonika, kendang, dan biola. Sederhana namun tetap nikmat untuk didengar. Tiba-tiba seorang biola jalanan duduk disampingnya. Kulitnya hitam, tapi raut wajahnya jenaka. "Mau request lagu, Mas? Cuma seribu per lagu, "tawar si biola. Ava merogoh sakunya dan menemukan uang dua ribu rupiah. Disodorkannya uang itu pada si biola. "Maen lagu apa aja, yang penting enak di telinga. Kembaliannya ambil aja. " Si biola langsung bersiap mengambil nada awal. Saat biola mulai digesek, Ava kaget. Dia tahu persis lagu itu. Tak disangka, biola itu memainkan lagu bunda karya Melly Goeslaw. Tanpa sadar, Ava ikut bernyanyi mengiringi alunan lagu.

Kata mereka diriku slalu dimanja 
Kata mereka diriku slalu ditimang

       Air mata Ava keluar tanpa bisa ditahannya. Ia terus menangis sampai si violin selesai membawakan lagunya. "Kenapa, Mas? Terharu, ya? Lha wong keturunan Mozart, je! Hehehe, "canda si biola. "Mas sih enak masih punya motor," lanjutnya. "Punya rumah, punya keluarga. Pasti enak. Nggak kayak saya. Hidup pindah-pindah. Rumah nggak punya. Orangtua nggak tau dimana. " Violin itu terdiam sejenak. "Tapi meskipun gitu, saya tetap bersyukur kok. Syukur masih bisa makan. Syukur masih bisa maen biola. Syukur masih bisa hidup. " kata pengamen itu membuat Ava tersadar. Apa yang telah kulakukakan? batin Ava. Padahal Bunda telah bersusah payah menghidupiku, tapi aku malah membentaknya. Aku bahkan tega menampar adikku sendiri! Dasar bodoh! Ava merutuki kebodohannya. Dia menyesal, sangat menyesal telah mengasari ibunya dan menampar adik satu-satunya. Violin itu berkata lagi, "Saya pernah didawuhi seorang Kyai. Beliau berkata, 'Untuk urusan dunia, jangan lihat ke atas, tapi lihatlah ke bawah. Lihatlah orang yang hidupnya lebih susah dari kita, agar kita bersyukur sudah diberi nikmat lebih dari orang lain. ' Gitu, Mas. Lho, lho, Mas. Mau kemana? Pulang? "Tanyanya begitu melihat Ava bergegas menyalakan motornya. Ava ingin segera pulang ke rumah. Ke pelukan bunda. Si violin menggaruk kepalanya yang tidak gatal, kebingungan. "Apa aku salah bicara, ya?" Saat Ava telah sampai dirumahnya yang berada di kawasan Danurejan, dilihatnya sang Bunda sedang duduk di balkon. Nina duduk disamping ibunya dengan muka ketus. Begitu melihat ank laki-lakinya pulang, wanita itu segera beranjak mendekatinya. Senyum terpatri di wajah keibuannya. "Alhamdulillah Le, kamu sudah pulang. Udah Bunda bilang, soal biaya kuliah, kamu nggak usah kuatir. "Sambil bicara, Bunda merogoh kantong bajunya lalu menarik sebuah kalung emas. Bunda tersenyum lagi. "Nanti kalung ini akan Bunda gadaikan. Uangnya buat kamu semua. " Mendengarnya, Ava semakin merasa dirinya adalah anak yang sangat durhaka. Kalung itu adalah mas kawin yang diberikan ayahnya saat menikahi ibunya dulu. Kalung yang sangat disayangi ibunya. Ia sering melihat ibunya menangis sambil memeluk kalung itu, mungkin karena teringat pada ayah yang telah lama meninggal. "Bunda, pokoknya jangan pernah menjual kalung ini. Soal biaya kuliah, biar nanti Ava cari sendiri. "Ava berkata sambil menahan air matanya. Bunda menatapnya dengan bingung. "Lho kok ..." Tanpa memberi kesempatan pada Bunda untuk bertanya, Ava memeluknya dengan sangat erat. "Maafin Ava, Bunda," ucap Ava lirih, lalu ia menangis dalam pelukan ibunya. Bunda hanya tersenyum kecil, lalu berujar sambil mengelus kepala Ava. "Ndak papa, ndak papa. Kamu ndak pernah punya salah sama Bunda. Yang penting, minta maaf dulu sama adekmu. Tadi dia nangis terus. "Ava melepaskan diri dari sang bunda, lalu berjalan menuju Nina yang terus menatapnya. Ava berlutut di depan adiknya. "Maafin kakak, ya?" Nina memandang kedua bola mata Ava dengan lekat, lalu tersenyum. "Apologies accepted," jawab Nina, memaafkan kakaknya. Ava lalu meraih Nina ke dalam pelukannya. Sang Bunda lalu memeluk kedua anaknya dengan sayang. Saat itu Ava bersumpah, dia takkan pernah lagi membiarkan ibu dan adiknya menangis. Dia akan membahagiakan mereka, apapun yang terjadi. Tak ada yang dapat menghentikannya. Tak ada!
B.   Karya Lagu tentang Hubungan Manusia dan Keindahan

Warna abu-abu gelap dan hitam mengisi dunia di mana saya tinggal

Tidak ada perasaan lain yang mungkin bisa lebih buruk daripada ini
Dimana dulu sebuah ruangan yang penuh dengan tawa & Canda
Sekarang berdiri kesepian, kekosongan dan keputusasaan.

Kenangan Anda tampaknya merayap di sekitar sudut-sudut pikiran saya
Habisnya menghantui gambar wajah Anda yang tidak akan menurun
Sebuah besar emosi bahwa tubuh saya tidak dapat berisi
Mengisi jiwa saya dengan tak tertahankan, kesedihan kesedihan dan rasa sakit

Oh, Betapa aku merindukan untuk menahan Anda dalam pelukanku hanya sekali lagi
Dan memberitahu Anda bahwa hal-hal akan terjadi lagi, seperti sebelumnya
Tapi, sebagai penyerap kenyataan, aku tahu bahwa tidak akan pernah
Untuk pilihan yang saya buat dalam hidup saya telah disegel nasib kita

Tak seorang pun bisa membayangkan bagaimana celaka hati saya sakit
Dan bagaimana saya sangat menyesal bahwa Anda sudah harus membayar untuk kesalahan saya
Jika aku bisa kembali ke masa lalu, dan mengubah hanya satu kesalahan yang saya lakukan
Aku akan kembali ke Jam, untuk kedua, pada hari aku kehilangan Anda.
Anankku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar